Di bulan yang penuh berkah, banyak keistimewaan yang Allah SWT berikan untuk hambanya. Maka banyak manusia yang berlomba dalam kebaikan. Namun, tidak hanya pahala ibadah serba berlipat ganda, Allah juga melipatkgandakan dosa dalam setiap maksiat.
Keistimewaan bulan Ramadan memang tidak bisa dihitung banyaknya, mulai dari dilipatgandakannya pahala, hingga dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka.
Oleh sebab itu, umat Islam seharusnya menjaga kesakralan bulan suci ini dengan bersungguh-sungguh menjauhi setiap hal yang bisa merusak kesakralan Ramadhan. Karena, semua itu bisa berdampak pada dirinya, serta tidak mendapat nilai apa pun dalam menjalankan puasanya. Syekh Abdurrahman bin Qasim pernah menjelaskan dengan bentuk syair:
إِذا لم يَكنْ في السَّمْعِ مِنّي تَصامُمٌ # وفي بَصَرِي غَضٌّ وفي مَنْطِقي صَمْتُ فحَظِّي إِذاً مِنْ صَوْمِيَ الجُوعُ والظَّمَا # فإِنْ قُلْت يوماً إِنَّنِي صُمْتُ ما صُمْتُ
Artinya, “Jika telingaku masih saja tanpa penjagaan (membiarkan mendengarkan sesuatu yang haram), dalam ucapanku tidak ada jeda (dari kesalahan), dan percakapanku tidak kudiamkan.
Momentum meraih kebaikan pada bulan Ramadan terkadang masih disia-siakan banyak orang. Betapa banyak yang tidak menjaga kesakralan bulan mulia itu, betapa banyak yang tidak mengindahkannya, menyia-nyiakan keagungan posisinya, serta keluhuran darajatnya.
Dalam keadaan seperti ini, penting kiranya untuk merenungkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallah yang diriwayakan oleh Ummi Hani’ binti Abi Thalib karramallahu wajhah dan dicatat Imam at-Thabrani dalam kitab Mu’jamus Shagir.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إِنَّ أُمَّتِيْ لَمْ يَخِزُّوْا مَا أَقَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ). قِيْلَ يَا رَسُوْلَ الله وَمَا خَزِيُهُمْ فِي إِضَاعَةِ شَهْرِ رَمَضَانَ؟ قال: (اِنْتِهَاكُ الْمَحَارِمِ فِيْهِ مِنْ زِنَا فِيْهِ أَوْ شَرِبَ فِيْهِ خَمْرًا لَعَنَهُ اللهًُ وَمَنْ فِي السَّمَاوَاتِ إِلَى مِثْلِهِ مِنَ الْحَوْلِ فَإِنْ مَاتَ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ رَمَضَانُ لَمْ تَبْقَى لَهُ عِنْدَ اللهِ حَسَنَةٌ يتقي بها النار فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ مَا لَا تُضَاعَفُ فِيْمَا سِوَاهُ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَاتُ).
Artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya umatku tidak akan terhina, selama mereka mendirikan bulan Ramadhan.’ Sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apa bentuk kehinaan mereka dalam menyia-nyiakan bulan Ramadhan?’ Rasulullah menjawab, ‘Pelanggaran terhadap hal-hal yang haram pada bulan Ramadhan, seperti zina atau minum khamar. Allah dan para malaikat melaknatnya hingga tahun berikutnya. Jika ia meninggal sebelum bulan Ramadhan berikutnya, maka ia tidak mempunyai kebaikan apa pun di sisi Allah yang bisa menyelamatkannya dari neraka. Oleh sebab itu, berhati-hatilah terhadap bulan Ramadhan, karena pahala kebaikan demikian juga ganjaran kejelekan akan dilipat gandakan” (Imam at-Thabrani, al-Mu’jamus Shagir, juz 2, h. 16).
Hadist di atas memberikan sebuah pemahaman tentang betapa besarnya nilai ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadan. Sekecil apa pun pahala yang dilakukan pada bulan tersebut menjadi luar biasa pahalanya ketika dibandingkan dengan bulan selain Ramadhan.
Namun, pada bulan tersebut juga Allah lipatgandakan dosa dalam setiap perbuatan buruk. Sekecil apa pun kesalahan yang dilakukan pada bulan Ramadhan akan tetap mengungguli bulan yang lain perihal dosanya. Oleh sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan untuk sangat berhati-hati pada bulan tersebut.
Bagaimanapun bulan Ramadan hanyalah periode tahunan yang tidak bisa dijumpai dua kali dalam satu tahun. Sehingga, jika sudah tidak bisa mengambil kebaikan dan keberkahan pada bulan tersebut, tentu satu bulan Ramadhan hilang tanpa ada keberkahan dan manfaat yang diraih dan ancamannya, jika mati sebelum menjumpai bulan Ramadhan setelahnya, maka mendapatkan jaminan neraka. Naudzubillah min dzalik.
sumber: https://islam.nu.or.id/