
Sindrom Badai Sitokin, Penyebab Tingginya Angka Kematian Pada Pasien Covid-19?
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia masih saja menjadi persoalan bagi negara-negara, termasuk di Indonesia. Tetapi salah satu aspek yang seringkali ditanyakan oleh masyarakat awam mengenai virus Corona hingga kini adalah mengapa virus ini hanya menyebabkan penyakit ringan pada kebanyakan orang, tetapi berakibat fatal bagi orang lain sehingga membutuhkan ventilasi?
Banyak ahli mencurigai sistem kekebalan kita sendiri yang menjadi penyebab penyakit parah yang dialami beberapa orang yang terpapar Covid-19. Sejatinya, sistem kekebalan ada untuk membantu kita melawan infeksi, tetapi terkadang sistem kekebalan malah mendatangkan lebih banyak malapetaka daripada penyakit itu sendiri. Kondisi seperti itu disebut Sindrom Badai Sitokin atau dikenal lebih luas sebagai Badai Sitokin.
Apa itu Badai Sitokin?
Setiap kali tubuh yang sehat melawan infeksi atau virus, ada respons sistem kekebalan alami yang terjadi. Respons tubuh dalam melawan infeksi atau virus tersebut menimbulkan berbagai gejala, seperti demam, nyeri sendi, pernapasan cepat dan gejala peradangan lokal sesuai lokasi peradangan. Menurut Carl Fichtenbaum, MD, profesor University of Cincinnati College of Medicine, bagian dari respons ini melibatkan pelepasan sitokin, yaitu senyawa yang dihasilkan tubuh yang merangsang jalur sel dan memungkinkan komunikasi antar sel.
Sitokin ini, menurut American Cancer Society, pada dasarnya memberi sinyal pada sistem kekebalan untuk mulai melakukan tugasnya. Hal itu merupakan kondisi yang normal, sampai ketika sistem kekebalan tubuh melepaskan terlalu banyak sitokin yang akhirnya menciptakan peradangan yang berlebih (hyperinflamation).
Badai Sitokin pada pasien Covid-1
Dilansir dari laman Health.com, para peneliti masih mempertanyakan beberapa hal terkait sindrom ini, seperti mengapa respons imun yang meningkat ini tidak terjadi pada semua pasien dengan infeksi parah. Sejalan dengan hal itu, para peneliti di pusat medis Universitas Radboud menemukan kasus COVID-19 yang tidak ditandai oleh Badai Sitokin.

Meski begitu, dikutip dari ScienceDaily, diperkirakan bahwa Badai Sitokin turut berkontribusi pada keparahan penyakit pada pasien COVID-19. Hadirnya Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) telah mengingatkan kita tentang peran penting dari respons imun dalam sistem kekebalan yang ada di tubuh.
Sebagian besar pasien COVID-19 yang mengalami Badai Sitokin mengalami demam dan sesak napas, kemudian mengalami begitu banyak kesulitan bernapas sehingga akhirnya membutuhkan ventilasi. Hal ini disebabkan, respons imun yang berlebihan, dimana para ilmuwan percaya bahwa sitokin ini adalah bukti dari respons kekebalan yang disebut badai sitokin, di mana tubuh mulai menyerang sel dan jaringannya sendiri daripada hanya melawan virus.
Pada COVID-19, ketika Badai Sitokin berada di paru-paru, maka paru-paru akan dipenuhi cairan dan protein sitokin, hingga akhirnya menghambat jalur pernapasan. Hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan dalam memompa oksigen ke seluruh tubuh. Semakin tinggi peradangan, maka akan semakin banyak efek yang tidak diinginkan terjadi, yang apabila tidak terkendali dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ lainnya. Bagi seseorang yang telah memilki penyakit komorbid, seperti asma, gangguan ginjal, diabetes, maka kejadian kegagalan organ akan cenderung lebih rentan.
(CD)