Saving and Caring, Bagaimana Merencanakan Kehidupan di Hari Kelak

Bing, beng, bang yok kita ke bank

Bang, bing, bung yok kita nabung

Tang, ting, tung oy jangan di hitung

Tau-tau nanti kita dapat untung

Itu sekilas lirik yang saya ingat dari lagu menabung ciptaan mbak Titiek Puspa, atau Kalau orang-orang ‘jadul’ tahun 80’an mesti pernah mendengar lagu going to the bank dari commodores.

Ya begitulah dulu kita diajarkan oleh orang tua kita untuk menabung. Agar di kemudian hari kelak kita dapat menggunakan simpanan tersebut untuk berbagai kebutuhan kita. Berbicara tentang saving, esensinya adalah bagaimana kita merencanakan kehidupan esok hari kelak. Dalam hal perencanaan, Allah SWT dan RasulNYA selalu mengingatkan kita agar merencanakan kehidupan hari esok yang terencana, indah sekaligus selamat.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok ; dan bertaqwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr Ayat 18).

Nah bayangkan betapa Allah SWT memerintahkan kita agar bertaqwa dengan cara merencanakan hari esok. Hari esok di sini adalah mulai dari esok hari dalam arti besok, lusa, seminggu, sebulan, tahun terus sampai dengan akhir kehidupan kita, bahkan sampai dengan esok di hari kemudian yang artinya kehidupan setelah kematian atau akhirat kelak. Kata-kata taqwa pun diulang 2 kali dalam ayat ini, yang diartikan oleh ulama bahwa betapa pentingnya hubungan antara bertaqwa dengan perencanaan masa depan.

Dalam tafsir lain dari ulama bahwa perintah “memperhatikan apa yang diperbuatnya esok” itu dipahami sebagai evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan. Ini semacam filosofi “check and re check” dalam jurnalistik, agar ketika tiba hari cetak maka semuanya sudah sempurna dan tidak ada lagi kekurangan atau kesalahan-kesalahan. Esensinya adalah kita semua dituntut untuk memperhatikan amal-amalan yang telah kita perbuat, menyempurnakannya bila telah baik, memperbaikinya jika terdapat kekurangan, sehingga setiap mukmin pada akhirnya akan masuk kedalam amalan yang sempurna.

Pada hakikatnya kita saat ini sedang melakukan perjalanan mengarungi hidup di dunia yang akan menuju akhirat kelak. Seperti diriwayatkan didalam Fathul Bari bi syarh Shahih Al Bukhari, Rasulullah SAW bersabda : “hidup ini hanyalah selintas saja, seperti seorang yang berjalan kemudian berteduh dibawah pohon rindang kemudian berjalan lagi”. Dan seyogyanya jika kita seorang pengembara yang sedang melakukan perjalanan yang panjang, bekal apakah yang kita bawa untuk kehidupan hari ini didunia terlebih lagi hari esok di akhirat kelak?

Baca juga  Inilah Doa Agar Terhidar Dari Ketidakharmonisan Rumah Tangga

Allah SWT berfirman: “Wa tazawwadu fa inna khairaz-zadit-taqwa” ; berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. (QS Al Baqarah 2 Ayat 197)

Dalam pengelolaan hartapun Allah mengajarkan kita untuk proporsional. Tidak boros dan juga tidak pelit. Sebagaimana ayat:

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (pelit) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (boros) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al Isra’ 17 Ayat 29)

 Pemahaman bahwa ayat ini secara tersurat menganjurkan untuk bersikap tidak pelit yang menyebabkan seseorang menjadi tercela karena kepelitannya dan anjuran untuk tidak boros yang menyebabkan seseorang menjadi menyesal karena keborosannya tersebut. Fokus pada tidak boros mempunyai pengertian sederhana sebagai anjuran untuk menyisihkan sebagian harta untuk digunakan bagi keperluan masa depan (menabung). Dalam sebuah riwayat Rasul pernah membeli banyak kurma sebagai simpanan untuk kesehariannya. Juga dalam hadist berikut :

“Simpanlah sebagian dari hartamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (HR. Bukhari).

Rasul menyarankan untuk menyimpan sebagian. Oleh sebab itu berhatilah-hatilah dengan simpanan yang tidak proporsional, karena akan menyeret kita pada orang-orang yang menyenangi harta secara berlebihan, dan selanjutnya timbul penyakit hati semacam al wahn (cinta dunia dan takut mati) serta bakhil (pelit atau kikir).

“Harta itu hijau lagi manis, maka barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan (ambisius, tamak) maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang.” (HR. Bukhari).

Dalam hadist di atas ditegaskan “kedermawanan”, artinya harta yang pada hakikatnya Allah titipkan pada kita itu digunakan untuk mashalat atau manfaat orang-orang banyak. Rasul menginginkan kita menjadi orang yang dermawan, memberikan kelapangan pada orang yang sedang sempit secara rizqi. Karena itu dalam konsep pengelolaan harta dalam islam adalah dengan menggunakannya sebagai “alat atau kendaraan” menuju syurga. Artinya harta itu perlulah kita kelola atau kita manfaatkan untuk terbukanya ladang amal kita hari ini sebagai bekal untuk esok hari, baik di dunia maupun di akhirat kelak sebagaimana penjelasan mukadimah surah Al Hasyr diatas.

Baca juga  3 Ketentuan Sebelum Memilih Hewan Kurban

Tips mengelola harta tersebut dengan membuat usaha atau perusahaan yang akan banyak membawa manfaat bagi orang yang banyak. Bayangkan jika satu atau sepuluh saja staff pegawai mendapatkan kehidupan yang layak dari hasil bekerja pada perusahaan kita. dan dari orang-orang tersebut mereka menafkahi keluarganya, dari sana mereka dapat berbelanja ke pasar. Lalu si penjual di pasar tersebut dengannya menafkahi keluarganya. Dan terus seperti itu berantai. Itulah esensi dari harta yang barokah. Membawa kebaikan yang banyak bagi masyarakat yang banyak. Sesuai sekali dengan hadist: “Khairunnas anfa’uhum linnas”, Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. (HR. Bukhari Muslim).

Inilah sifat “Care atau Caring”, dimana harta ini menjadi jalan kita saling berbagi dan memberi. Karena menurut saya kesuksesan itu sesungguhnya bukan berapa banyak kita mendapatkan sesuatu (baik itu harta, ilmu, prestasi atau yang lainnya), tetapi kesuksesan itu adalah berapa banyak yang telah kita berikan pada orang lain.

Orang muslim memang sebaiknya menjadi kaya, karena sebaik-baik kekayaan ada di tangan orang mukmin, dan sebaik-baik kekuasaan pun ada ditangan orang mukmin. Dunia boleh dalam genggaman kita, namun jangan masukkan dunia ke dalam hati. Karena “Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari Muslim)

Ayo jihaders, mari kita selalu “fasabiqul khairat” atau berlomba dalam kebaikan. keep sholeh dan solehah, keep istiqomah, jaga kesehatan dan jaga kesholehan.

“Tidak ada yang lebih baik dari yang menulis atau yang membaca, karena yang lebih baik di sisi Allah SWT adalah yang mengamalkannya.”

 

Ust. ERICKYUSUF

Pimpinan lembaga dakwah iHAQi, penulis buku “99celoteh kang Erickyusuf”

Twitter @erickyusuf

 

 

Translate »