Pengadilan Tinggi Administrasi Prancis pada Selasa (22/6/2022), memutuskan larangan memakai pakaian renang “burkini”, yang menutupi tubuh di kolam renang umum.
Putusan tersebut menimbang alasan agama. Lantaran burkini termasuk bentuk pelanggaran terhadap prinsip netralitas pemerintah terhadap agama.
Meskipun segelintir orang di Prancis jarang mengenakan burkini. Namun, pakaian renang tersebut memicu perdebatan politik di negara yang dijuluki The Hexagon tersebut.
Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin memuji keputusan Dewan Negara sebagai “kemenangan bagi sekularisme.”
Hingga para muslimah menolak keras karena tidak adil menargetkan iman dan tubuh mereka. Kemudian, berdasarkan kesalahpahaman yang sudah ketinggalan zaman tentang Islam.
Sementara walikota Kota Grenoble pada bulan lalu memberikan suara untuk mengizinkan perempuan mengenakan burkini di kolam renang umum usai kampanye oleh aktivis lokal.
Selain itu, mereka juga mengizinkan wanita berenang tanpa busana.
Prefek, atau pejabat tinggi pemerintah, untuk wilayah Grenoble memblokir keputusan burkini, dengan alasan itu bertentangan dengan prinsip-prinsip sekuler Prancis.
Dewan Negara mendukung langkah prefek pada hari Selasa silam, dengan menyatakan bahwa pemungutan suara Grenoble dilakukan “untuk memenuhi tuntutan agama” dan “merusak netralitas layanan publik.”
Keputusan itu adalah yang pertama di bawah undang-undang kontroversial, yang diperjuangkan oleh Presiden Emmanuel Macron, yang bertujuan melindungi “nilai-nilai republik” dari apa yang pemerintahnya sebut sebagai ancaman ekstremisme agama.