Kongres Nasional HMHI: Road to a Better Hemophilia Care

Hemofilia adalah penyakit kelainan darah yang sebagian besar diturunkan secara genetis, dimana darah tidak dapat membeku seperti seharusnya karena kekurangan faktor pembekuan darah. Faktor-faktor pembekuan darah di dalam plasma darah dilambangkan dengan angka romawi, contoh: Faktor VIII: Faktor Delapan dan Faktor IX: Faktor Sembilan. 

Hemofilia A terjadi jika seseorang kekurangan Faktor VIII (Faktor Delapan) dan Hemofilia B terjadi jika seseorang kekurangan Faktor IX (Faktor Sembilan). Berdasarkan kadar faktor pembeku darah dalam tubuhnya, baik Hemofilia A maupun Hemofilia B dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: ringan, sedang dan berat.

Hal ini menyebabkan penderita hemofillia mengalami episode perdarahan yang lama dan tidak terkendali akibat benturan ringan ataupun pendarahan spontan. Bahkan, memiliki risiko kesehatan yang serius berupa pembengkakan sendi, kecacatan hingga membahayakan jiwa. Hemofilia termasuk penyakit langka yang dapat menyebabkan efek serius hingga membahayakan jiwa penderitanya. Setiap tahunnya terdapat sekitar 20.000 kelahiran di dunia dengan kondisi hemofilia. 

Pada tahun 2020, sebanyak 2.706 orang di Indonesia menderita hemofilia. Sekitar 82% atau 2.214 penyandang hemofilia di Indonesia memiliki jenis Hemofilia A dan sisanya adalah Hemofilia B. Dari jumlah penyandang hemofilia A, terdapat 58% diantaranya adalah anak-anak berusia 0-18 tahun. Bagi anak-anak, kondisi ini seringkali membatasi mereka untuk dapat beraktivitas normal seperti anak-anak lainnya.

Baca juga  Apa Itu Stretch Mark dan Bagaimana Cara Mengatasinya

Secara statistik total penduduk Indonesia sejumlah 250 juta jiwa dan sekitar 20.000 – 25.000 orang merupakan penyandang hemofilia. Namun, jumlah pasien yang terdata saat ini menunjukkan baru sedikit pasien di Indonesia yang didiagnosis dan mendapat akses terhadap pengobatan.

Image: tangkapan layar acara Kongres Nasional HMHI Ke-6

“Masih banyak ketidaktahuan masyarakat mengenai gejala maupun penanganan hemofilia. Padahal, hemofilia membutuhkan penanganan khusus dan harus segera ditangani agar tidak menimbulkan risiko serius dalam jangka panjang. Selain itu, masih terdapat beberapa kendala terkait jumlah obat dan dosis yang masih belum memadai sehingga banyak ditemukan pasien yang mengalami kerusakan sendi, perdarahan berat seperti perdarahan otak dan organ dalam yang berisiko kematian.” kata Prof. dr. Djajadiman Gatot, Sp.A(K), Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia. 

Baca juga  Banjir Bandang Di Sigi Menghanyutkan 7 Rumah

Keterbatasan fasilitas kesehatan menjadi tantangan bagi masyarakat untuk mendapatkan akses ke pelayanan penanganan hemofilia. Selain itu, tantangan lainnya adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai hemofilia baik masyarakat umum maupun tenaga kesehatan untuk dapat mengenali gejala hemofilia serta tindakan penanganan yang tepat dan adekuat.

Oleh karena itu, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) terus berupaya untuk memperoleh perhatian dan dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan berbagai pihak, serta menyediakan pelayanan medis yang komprehensif melalui pelatihan-pelatihan tenaga medis, nonmedis serta kegiatan public awareness. Karena hanya dengan cara itulah penyandang hemofilia dapat hidup produktif tanpa perlu menjadi beban bagi masyarakat. 

Dalam Kongres Nasional Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia ke-6 tahun 2021 Virtual Summit mengangkat tema Road to a Better Hemophilia Care yang berfokus untuk menjawab berbagai tantangan dalam penanganan hemofilia. Kongres nasional ini diharapkan dapat membawa kita semua menuju perbaikan dan penganagan hemofilia yang lebih baik lagi di Indonesia. 

(PR)

Translate »