Pasukan Israel telah menembak mati jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh di kota Jenin, Tepi Barat. Shireen merupakan seorang koresponden TV untuk Al Jazeera Arabic yang terbunuh saat meliput serangan tentara Israel.
Kala itu, Shireen sedang mengenakan rompi pers dan berdiri bersama wartawan lain. Menurut Kepala Departemen Kedokteran Universitas al-Najah di Nablus, Shireen ditembak di bagian kepala. Selepas itu, Shireen langsung dilarikan ke rumah sakit di Jenin dalam kondisi kritis.
Tidak lama setelah kejadian tersebut, Shireen dinyatakan telah meninggal dunia pada pukul 07.15 waktu setempat.
Insiden tersebut juga melukai jurnalis Al Jazeera lainnya, Ali Al-Samoudi yang ikut terkena sasaran peluru dan mengenai area punggungnya.
Berada di tempat kejadian, Al-Samoudi mengungkapkan bahwa tidak ada konfrotasi antara pejuang Palestina dengan tentara Israel seusai peristiwa penembakan rekan kerjanya, Shireen Abu Akleh.
“Kami akan merekam operasi tentara Israel dan tiba-tiba mereka menembak kami tanpa meminta kami untuk pergi atau berhenti melakukan liputan,” ungkap Al-Samoudi, dilansir dari Al Jazeera.
“Peluru pertama mengenai saya dan peluru kedua mengenai Shireen. Tidak ada perlawanan militer Palestina sama sekali di tempat kejadian,” sambungnya.
Kepergian Shireen Menjadi Duka Mendalam bagi Pejabat Palestina hingga Rekan Kerja
Anggota parlemen Palestina, Khalida Jarrar mengatakan bahwa Shireen merupakan suara rakyat Palestina yang dibunuh oleh tentara Israel. Bahkan, ia mengatakan bahwa Shireen telah menjadi sasaran tentara Israel selama ini.
“Shireen adalah suara kami. Ini tidak bisa dipercaya. Ini adalah kejahatan, semuanya jelas – penargetan yang disengaja dan langsung. Dia sudah menjadi sasaran,” ujar Jarrar.
Salah satu mantan rekan kerja mendiang Shireen, Mohammad Hawwash, mengatakan telah mengenal sosoknya lebih dari 25 tahun. Ia menganggap Shireen sebagai sosok wanita tangguh sekaligus seorang wartawan sejati.
“Shireen adalah seorang jurnalis profesional dan tidak memihak yang menyampaikan realitas dan peristiwa apa adanya,” kenang Hawwash.