
Alasan Kenapa Anda Tidak Boleh Pakai Pig Skin?
Beredar sepatu di pasaran mengandung kulit babi yang menurut pandangan Islam tidak diperbolehkan digunakan
Dalam industri fashion, termasuk sepatu, bahan kulit yang digunakan ada yang berasal dari berbagai jenis hewan. Salah satu yang kerap menjadi sorotan adalah kulit babi (pig skin). Meskipun secara kualitas cukup lentur dan ringan, pemakaian pig skin menuai kontroversi, khususnya di kalangan konsumen Muslim. Hal ini karena babi dalam ajaran Islam merupakan hewan yang najis dan haram. Lalu, bagaimana pandangan Islam, khususnya menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), terhadap pemakaian pig skin pada sepatu yang beredar di pasaran?

1. Hukum Dasar Babi dalam Islam
Dalam Al-Qur’an, babi disebutkan secara tegas sebagai hewan yang haram dikonsumsi:
“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah…”
(QS. Al-Baqarah: 173)
Tidak hanya dagingnya, seluruh bagian tubuh babi termasuk kulitnya juga dihukumi najis dan haram digunakan, baik untuk konsumsi maupun pemanfaatan lainnya, kecuali dalam kondisi darurat yang mengancam jiwa.
2. Fatwa MUI Tentang Kulit Babi
Menurut Ahli Layanan Laboratorium LPPOM MUI, Dr. Priyo Wahyudi, M.Si., menjelaskan bahwa sejak awal peradaban, manusia telah menggunakan kulit hewan sebagai bahan untuk pakaian. Neanderthal, misalnya, telah memanfaatkan kulit hewan untuk menjaga tubuh mereka tetap hangat dan kering. Terkait penggunaan kulit hewan, Islam mengatur bahwa kulit hewan dapat dimanfaatkan untuk kebaikan.
Hal ini antara lain dibahas dalam Fatwa MUI No. 56 Tahun 2014 tentang Penyamakan dan Pemanfaatan Kulit Bangkai Hewan, yang menyatakan bahwa memanfaatkan kulit bangkai hewan yang termasuk kategori ma’kul lahm (dagingnya boleh dimakan) maupun ghairu ma’kul lahm (dagingnya tidak boleh dimakan) hukumnya mubah (diperbolehkan) setelah melalui proses penyamakan. Namun, terdapat pengecualian untuk anjing, babi, serta kulit yang berasal dari keduanya atau salah satunya, yang tetap dihukumi najis dan haram dimanfaatkan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara konsisten menyatakan bahwa kulit babi adalah najis dan haram digunakan, termasuk untuk pakaian atau alas kaki. Dalam berbagai kesempatan, MUI menegaskan bahwa:
- Produk yang menggunakan bahan dari babi, meski bukan untuk dimakan, tetap tidak suci dan tidak layak digunakan oleh Muslim.
- Tidak sah digunakan untuk ibadah, karena najis menempel pada tubuh, pakaian, atau benda yang dikenakan saat salat, misalnya sepatu dari pig skin yang bersentuhan langsung dengan kulit atau kaus kaki.
3. Produk Fashion Berbahan Pig Skin di Pasaran
Beberapa produk sepatu, dompet, atau tas dari luar negeri terutama merek-merek ternama kadang menggunakan pig skin sebagai bahan bagian dalam (lining). Biasanya kulit babi dikenali dari pola tiga titik kecil yang berulang.
Karena itu, MUI dan banyak tokoh ulama menyarankan agar konsumen Muslim lebih berhati-hati saat membeli produk berbahan kulit, dan sebisa mungkin memastikan bahan tersebut bukan dari babi. Bila ragu, lebih baik dihindari (al-wara’), sesuai prinsip kehati-hatian dalam Islam.
4. Sikap Konsumen Muslim
Sebagai bentuk ketaatan terhadap syariat Islam, konsumen Muslim dianjurkan:
- Memastikan bahan sepatu atau produk kulit bukan berasal dari babi.
- Menghindari barang yang najis dan haram digunakan, meskipun tidak dimakan.
- Memilih produk halal dan thayyib, sesuai dengan prinsip konsumsi dalam Islam.
Dalam pandangan Islam, dan khususnya menurut MUI, penggunaan kulit babi (pig skin) pada sepatu adalah haram dan sebaiknya dihindari oleh umat Muslim. Tidak hanya karena najis, tetapi juga karena pemakaiannya bisa menghalangi kesucian dalam beribadah. Dengan semakin tingginya kesadaran halal di kalangan masyarakat, diharapkan produsen dan konsumen bisa lebih peduli terhadap kehalalan bahan yang digunakan dalam produk fashion.