Malam nisfu Sya’ban sudah tiba di depan mata, pada Jumat, 18 Maret 2022 besok. Namun, mengacu pada mazhab Syafi’i yang melarang puasa setelah nisfu (pertengahan), mulai tanggal 16 hingga 29 atau 30 Sya’ban.
Lebih lanjut, terdapat dua pandangan yang melatarbelakangi keharaman puasa di antara tanggal tersebut.
Pertama, hari-hari setelah nisfu Sya’ban merupakan hari syak atau hari keraguan. Hal itu sebab, sebentar lagi akan menginjak bulan Ramadan, sehingga orang yang berpuasa setelah nisfu Sya’ban tidak sadar bahwa telah memasuki bulan Ramadan.
Pandangan selanjutnya menyebutkan bahwa, hari-hari itu merupakan waktu yang digunakan sebagai persiapan untuk menjalani puasa di bulan Ramadan.
Namun, keharaman puasa pada tanggal tersebut tidak berlaku bagi orang yang tengah menjalankan jenis puasa seperti,
- Orang yang terbiasa melakukan puasa dahr (puasa setahun penuh)
- Puasa Senin dan Kamis
- Puasa daud (sehari buka sehari puasa)
- Puasa nadzar
- Puasa qadha
- Puasa kafarat
Perlu menjadi catatan bahwa, syarat puasa di tanggal tersebut telah melaksanakan puasa sebelum nisfu Sya’ban.
Sebagaimana dijelaskan dalam Syekh Wahhab al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu, diterangkan bahwa,
“Ulama mazhab Syafi’I mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahr, puasa daud, puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya’ban.”
Kendati begitu, tidak semua ulama mengharamkan puasa setelah nisfu Sya’ban. Penetapan tersebut berdasarkan sebab hadis di atas dianggap dhaif (lemah) dan ditambah adanya perawi yang bermasalah.
Imam Ibnu Hajar as-Asqalani dalam Fathul Bari menerangkan,
“Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah nisfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah nisfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Main mengatakan hadis tersebut mungkar.”